satu*
Ketika rumah baru itu hancur dan perlahan rata dengan tanah. Yakin lah, ia akan kembali ke rumah yang lama, rumah pertamanya. Tempat yang sangat berkesan. Tempat di mana ia mengenal ruang-ruang baru dalam hidupnya, penuh warna dan menarik hati. Gemetar ketika memasuki pekarangannya , kikuk dan gamang untuk membuka pintunya. Lalu tak sepatah katapun terdengar dari mulutnya saat berada di tengah ruang utama rumah itu. Walaupun otaknya penuh dengan sejuta kalimat, tapi yang ada adalah kekaguman. Baris-baris kalimat yang tersusun rapi sejak tikungan terakhir, kini hilang di sapu dinding putih, luas dan melenakan. Kenangan indahnya akan tetap bertahan, sedangkan cerita pahitnya lambat laun akan menjadi manis seiring waktu yang bergulir.
dua**
Kini bintang itu timbul lagi.
Tidak lagi di timur laut seperti yang dulu.
Bintang baru itu jauh lebih dekat.
Tak sengaja kutemukan dia dari balik duri-duri mawar yang masih menyisakan darah.
Lihatlah dia tersenyum.
Apakah aku rela melihat senyumnya walaupun harus tertusuk duri-duri mawar ini?
Aku tak tahu.
tiga**
Apakah dia perlu pandangan mata yang sempurna? Atau seperti tidak beretika, datang tanpa undangan? Lalu, bagaimana juga dia bisa mengisi celah yang begitu sempit? Teori kapilaritas? Fisika tidak berlaku di sini!
Ahaa…, Okey, okey, tambahan lagi, apa gunanya pengalaman? Hanya jadi arsip usang di kepala? Evaluasinya membuat air mata tumpah ruah di malam hari, tapi akhirnya tidak ada satu aksi pun yang dilakukan karenanya?! Sudahlah…, tidak perlu nostalgia….,
Jika dari titik ini dia berasal, maka aku berharap akhir yang sempurna. Amiin,….,
Minggu, 16 Mei 2010
Love Series
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Monggo....