Laman

Jumat, 03 Agustus 2012

Siapkan

Siapkan satu ruang di dada ini untuk kekurangannya. Satu quote yang saya dapat pas i'tikaf, tapi lupa tahun berapa. Kemungkinan besar 2010. Ini pas kuliah shubuh oleh ust. Muhsinin. Catetannya ada di K800 saya yang raib Februari lalu. Udah 2 kali kehilangan handphone dan ada 2 hal yang disesali akibat kehilangan itu, nomor kontak dan catetannya. Sampe bilang "mas, HPnya gapapa deh ambil, tapi kontak sama catetannya jangan donk".

Sebenernya ketika itu lagi ngebahas tentang tafsir surat Ash shaff. Pas sampai di ayat ke 4, bagian Bun ya num marshush. Secara utuh sih arti ayat ke 4 Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. Awalnya memang ust Muhsinin menghubungkannya dengan barisan perang, barisan dakwah, tapi lama kelamaan malah menyinggung tentang pernikahan. Sampai keluar kata-kata itu Siapkan satu ruang di dada ini untuk kekurangannya. Menurut beliau sesuatu yang kokoh harus teratur, tapi keteraturan bukan berarti keseragaman. Contohnya, bangunan rumah, kalau seragam semua, misal genteng semua ya ga akan jadi rumah. Barisan yang kokoh itu di dapat dari penyatuan sesuatu yang berbeda-beda. Sama dalam hal menikah pun kekokohan rumah tangga bukan di dapat dari hal-hal yang sama antara pasangan, misalkan sifat yang sama. Tapi bagaimana mengkondisikan semua perbedaan sifat yang ada itu. Setelah mendengar kuliah shubuh ini, kalau denger orang jadian karena merasa banyak kesamaan, saya jadi ketawa-tawa sendiri. Contoh yang paling inget ketika itu kalau suaminya terlalu pinter dan istrinya terlalu pinter biasanya rumah tangganya kurang baik karena siapa yang mau mengalah nantinya. Sampai beliau bercerita ada seorang wanita lulusan S-2 dari Jerman yang akhirnya dipasangkan dengan seorang pria lulusan SMA. Hmm, jauh banget ya.

Saya suka kata Siapkan satu ruang di dada ini untuk kekurangannya karena dalam beberapa tahun terakhir saya sedang menerapkan itu dalam hubungan pertemanan walaupun dalam kata yang berbeda. Saya ingin menerima bagaimanapun sikap orang lain, menyikapinya dengan lebih tenang. Di awal-awal kuliah selalu ada clash sama temen sekost-an. Ada aja sifat temen yang ga bisa saya terima. Bahkan di Leuwikopo saya nyuekin Yudis berbulan-bulan (maaf ya Yudis, semoga ketemu lagi satu saat nanti jadi bisa minta maaf). Dan saya ga ngerti apa ya alasannya, ga suka aja. Setelah ngetem di Al-Fath dan numpang di Pondok Keramat lalu tinggal di Bale Selatan, akhirnya mulai mencoba menerima semua orang, menekan semua ego itu. Ya ga semudah membalikkan telapak tangan sih. Bahkan sampai di dunia kerja sempet kesel banget sama temen yang gengsinya gede dan sok tau banget. Bahkan dalam satu perbincangan, dalam hati bilang "ini mah sekali tekuk, gue bisa ngebunuh semua argumennya" dan memang seperti itu walaupun dia ngeles dengan semua alasan yang dia punya. Ckckck. Waktu itu sempet bingung, kenapa Lukman bisa nerima orang itu sebagai temen karib ya. Belajar dari Lukman untuk diem aja ngadepin orang kaya gitu, karena kalau kita patahkan semua argumennya bisa makan hati juga lantaran orangnya ga mau ngalah dan ga mau ngaku salah.

Siapkan satu ruang di dada ini untuk kekurangannya, itulah yang akan coba saya lakukan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo....