Laman

Jumat, 16 September 2011

Margo City 2…(kali keempat bertandang ke Margo)

9 September 2011

Thanks God This is Friday.
Kata-kata itu yang sejak pagi ingin kukatakan. Bukan karena esok mulai libur akhir pekan, (lagipula aku ndak libur di hari Sabtu) seperti orang-orang Eropa yang mengucapkan kalimat itu. Lalu karena apa donk? Ya karena ini hari Jum’at, hari suci buat umat Islam dan aktivitas mengajar belum dimulai walaupun libur telah usai.. Ya paling tidak masih bisa menikmati hari dengan santai.

Seharian ini tidak ada yang istimewa, kecuali satu waktu menjelang isya. Kayanya si Matahari deh (batinku setelah melihat gerak tangan dan aahh feeling aja). Ternyata benar. Ternyata juga, senyum-senyum kecil terus hadir setelah itu.

Tak tahulah. Untukku, mencintai seseorang itu adalah hak setiap manusia dan menolak cinta orang yang mencintai juga hak setiap manusia. Aturan untuk hak yang beririsan adalah tidak saling mengganggu. Gampangnya, ya kita berhak jatuh cinta tapi jangan sampai mengganggu kenormalan hidup orang yang kita cintai. SMS terus menerus, kirim salam, de el el. Kalau kehidupan normal kita terganggu karena kita mencintai seseorang (keingetan terus atau semacemnya) ya itu mah konsekuensi ^^.

Pun orang yang dicintai berhak untuk menolak, tapi ya jangan sampai mengganggu kehidupan normal orang yang mencintainya, kalau karena ditolak orang yang mencintai menjadi aneh (bahkan sampe bunuh diri) ya itu mah karena ga bisa mengendalikan cintanya aja (yang nulis kaya bisa aja). Jadi orang yang menolak ini… yaaa berlaku biasa aja, biarkan aja mengalir seperti biasa dan yang mencintai ya berlaku seperti itu juga..Oia ini dalam bingkai berpacaran sebelum menikah itu haram.

Yaps, matahari masih seperti dulu, kecuali balutan jilbab, senyumnya, suaranya bahkan gayanya masih sama (sok kenal ). Dan dengan sedikit mencuri pandang..uppps masih cantik. Bahkan jilbab membuatnya sangat cantik. Pekerjaan yang tak pernah membosankan untukku dulu adalah memandang matahari dari kejauhan. Seperti matahari sungguhan yang menyilaukan, matahari imajiner ini juga menyilaukan. Bisa membuatku berhenti sesaat jika tiba-tiba muncul. Oia matanya, matanya juga masih seperti dulu (ya iyalah, emang dia operasi plastik :p).

Ketika menelponnya terakhir kali (tahun 2005), aku pernah berucap satu saat akan melamarnya. “siap-siap ditolak”, begitu jawabnya. Keinginan itu sekarang sudah sirna, bukan karena jawabannya…Tapi karena Ibu yang kurang setuju kalau anaknya menikahi wanita minang. Entah kenapa. Padahal wanita Minang (dan juga melayu lainnya) itu cantik-cantik. Faktor paling besar yang membuatku mengurungkan niat untuk melamarnya (walaupun nantinya juga akan ditolak, paling tidak aku mencoba) adalah karena rasa respek yang terlalu besar pada matahari. Aku takut tidak bisa menjadi pemimpin yang baik karena perasaan respek itu. Kalau masalah kesukuan aku yakin bisa membuat ibu setuju. Toh ketidaksetujuan ibu hanya ditampakkan dengan kernyitan di dahi saja, bukan dengan omongan atau larangan tegas. Ditambah lagi dengan bintang kecil yang pernah menghiasi langit hatiku (walaupun aku juga tak mendapatkannya) semakin buyarlah rasa cinta yang dulu begitu luar biasa, sampai2 menjadi energi untuk menuju kebaikkan. Dari kejadian itu aku paham, rasa cinta kepada Allah yang luar biasa lah yang membuat Rasulullah dan para sahabatnya begitu berani di medan perang walaupun kalah jauh secara kuantitas dan kualitas persenjataan, begitu luar biasa ketaatannya ketika khmar diharamkan, semuanya langsung ditumpahkan sampai-sampai terbentuk sungai khmar.


Ya, Rabb..harusnya Aku mencintaimu seperti itu…..

Selamat tinggal matahari…….

Menikah itu adalah ibadah, bahkan nilainya sangat besar. Bayangkan kalau bangunan KeIslaman kita dibangun dari ibadah, sholat, zakat, Haji, dll maka setengah bangunan itu terbentuk dari menikah. Jadi menikah memang harus bertujuan untuk beribadah kepada Allah, bukan karena pengen si ini, si itu menjadi istri kita. Itulah mengapa, penghulu di pernikahan Mamat bilang Luruskan lagi niatnya…Permudahlah ya Rabb…….

Siapkan satu ruang di dada ini untuk kekurangannya.

Kamis, 08 September 2011

Andai...

Andai menyerah itu diperbolehkan..
Apa hendak dikata pada kawan seiring...
Jika dunia terus melenakan....
Apakah semangat itu akan terus berbaring.....

Andai menyerah itu diperbolehkan......