Laman

Jumat, 31 Desember 2010

Mungkin itu kuncinya...

It's time to think about  
NIKAH

Hupppssss, mungkin sudah saatnya berpikir ke arah sana. Bismillah......

Rabu, 29 Desember 2010

FB

Selama join FB, hari ini paling banyak aku bikin status....Agak aneh sih. Aku anggap FB tuh kaya tempat orang cari perhatian. Dunia nyata kayanya ga memberi perhatian lebih pada mereka. Dan aku ngga terlalu suka itu. Jadi inget tulisannya Arys Hilman di Republika, sayangnya lupa di tulis..:(

Okey...siap jadi komentator lagi....atau silent reader aja :D

Ceramah Ust. Sarwat

AFF

Betul kata Pak Adhyaksa, satu-satunya komponen yang bisa membangkitkan nasionalisme Indonesia dewasa ini adalah Olah Raga. Tapi sayangnya, prestasi Olah Raga Indonesia ikutan nyungsep sehingga nyaris ga ada suguhan nasionalisme lagi beberapa tahun belakangan. Sebenernya ada sih, tapi bentuknya agak negatif yaitu pertikaian dengan Malaysia. Hmmm

Bulutangkis, cabang andalan Indonesia dulu, kini sudah terlampaui China, bahkan Jepang pun sudah bisa ngacak-ngacak Indonesia di cabang ini. Ironis karena para pelatih negara-negara itu ada yang berasal dari Indonesia. Dulu kalo ada turnamen bulutangkis seperti Thomas-Uber Cup, Piala Sudirman atau Olimpiade maka ramai-ramai tiap RT bikin lapangan bulutangkis. Ngadain turnamen dan efeknya bisa bertahan berbulan-bulan.


Sudah lama rasa nasionalisme itu berkurang lantaran prestasi olahraga Indonesia, lebih tepatnya bulutangkis, anjlok. Baru sebulan ini lagi kita disuguhkan rasa nasionalisme luar biasa. Kali ini lewat cabang sepak bola, the most popular game in the world. Luar biasa ngikutin pemberitaan tivi tentang tim nasional sepakbola walaupun aku nilai udah keterlaluan mengeksposenya. Ketika final nyaris semua rumah di lingkungan ku nyetel Sepakbola, keliatan pas Sholat Isya tadi. Banyak yang teriak-teriak..Duuhhhh


Dan amat disayangkan kita harus mengakui keunggulan Malaysia. Salut buat para pemain...Saatnya melakukan perbaikan di tubuh pengurus PSSInya.

Huuups gemes banget liat cara Indonesia main apalagi pas partai away di Malaysia.

Sabtu, 11 Desember 2010

?????

Tiba-tiba menangis...Aneh ya?? Walaupun terkadang ingin sendirian, tapi ga bisa dibantah kalau perasaan ingin diperhatikan adalah fitrah. Makanya manusia berlomba-lomba membuat perbedaan. Lalu Allah ciptakan riya, sebagai ujian, yang akan membakar amal seperti api membakar kayu.

Tuhan, sungguh aku takut riya.

Minggu, 05 Desember 2010

No title

Kau tahu dia cantik…
Dan ku tahu kau tertarik…
Memang jadi sedikit pelik…
Tapi biarlah, nanti juga akan menggelitik…

Selasa, 30 November 2010

Sing...

Hidup adalah rangkaian masalah, Sing. Satu ketika, orang tua begitu mempermasalahkan kenapa anak wanitanya belum menikah juga. Maka menikah adalah penyelesaian dari masalah itu.


Apakah selesai sampai di situ? Ternyata tidak Sing. Setelah menikah, terjadi pertengkaran. Sang anak wanita pun tiba-tiba balik ke rumah orang tuanya. Atau setelah beberapa lama menikah, orang tua mempertanyakan kapan punya cucu. Tengok Sing, dari penyelesaian masalah ternyata menimbulkan masalah baru..

Ya, hidup itu memang rangkaian masalah. Dia tidak akan pernah putus sampai ajal menjemput. Ya Allah kuatkanlah………….

Serang

Serang, 7 November 2010

“Antum nanti berdo’a pas akad nikah karena pada saat itu pintu-pintu langit lagi di buka. Banyak orang yang lupa itu dan lebih fokus merhatiin akad”. Wejangan ust. Watoni di pernikahannya Mas Duta.

Tempat-tempat di mana do’a mudah dikabulkan sama Allah sangat terbatas maka Allah menyediakan juga waktu-waktu di mana do’a mudah dikabulkan. Dan yang ini aku baru tau. Do’a apa ya kemarin?

Barakallahulaka wa baraka-alaika wa jama-a bainakhuma fii khoir ya Mas Dut. Nanti saya susul upsss, amiin..jangan-jangan itu do’anya…

Unggul...

Kelas unggulan. Masih inget dengan istilah ini. Jaman SMP dulu, tapi pas angkatan ku ditiadakan. Dulu ada guru yang bercerita betapa enaknya ngajar di kelas unggulan. Bukan Cuma 1-2 orang, hampir semuanya. Hmm, sekarang ngerasain. Emang enak banget ngajar orang yang pada dasarnya cerdas apalagi kalo pada rajin (jadi inget kata-kata gue kalah sama dia cuma karenadia rajin, bukan karena dia lebih cerdas). Sepertinya gampang aja.


Nah, aku ga mau ngomongin itu. Justru yang mau diomongin adalah anak-anak yang ga masuk kelas unggulan. Pertanyaannya adalah, setelah kita tahu (walaupun hanya lewat nilai raport) anak-anak yang ga masuk kelas unggulan agak kurang kenapa jam belajarnya tetap sama? Kenapa cara ngajarnya tetap sama? Itu kan ga memberikan solusi untuk mereka…Seharusnya setelah tau tingkat kepandaian mereka, kita juga membedakan cara mengajarnya. Entah dengan waktu yang lebih lama atau lainnya.


Ngga cuma sebatas dalam 1 sekolah aja. Aku sih inginnya siswa-siswa yang ga bisa masuk negeri karena alasan nilai juga jam belajarnya di tambah. Kecuali mereka masuk sekolah swasta yang bagus. Untuk poin ini, akreditasi yang dilakukan pemerintah seharusnya diperketat. Ahhh..pendidikan malang nian nasibmu…


Kepikiran setelah SMP3 kembali menerapkan kelas unggulan dengan balutan nama kelas efektif. Tidak seperti kelas lainnya, masuk kelas ini harus bayar bulanan. Yaah jadi mirip SBI gitu sih.

Angkutan Umum

Angkutan umum. Apa menariknya? Penumpang yang penuh sesak, sering terkena macet. Pokoknya tidak nyaman! Tapi untukku mungkin sedikit berbeda. Mungkin juga karena keterpaksaan lantaran ketakutan untuk membawa motor, tapi sepertinya itu cuma faktor kecil saja. Aku merasa nyaman dengan angkutan umum, mulai dari angkutan kota, metro mini/miniarta, bus kota, sampai kereta api (kalo busway belum pernah coba :D). Bahkan naik metromini ketika larut malam memberikan nuansa yang lebih. Jalanan Jakarta yang mulai lengang jadi seperti lintasan balap untuk para sopir. Sebagai penumpang, aku sih cuma bisa banyak istighfar dan mohon ampun maklum brutal banget bawanya. Jadi sulit membedakan Metromini dengan Mesjid karena sama-sama tempat mengingat Allah yang intense.


Kenapa angkutan umum menarik? Karena sering sekali dapat pengalaman (kejadian menarik), baik secara visual, audio maupun menjadi pelakunya. Ditambah kesempatan berbuat baik yang begitu besar terutama kalau naik kereta api dan di sana (kereta api-red) juga paling sering menemukan kejadian-kejadian menarik.


Contohnya, seminggu yang lalu di dalam angkot D10. Ketika seseorang yang (sepertinya) mengalami keterbelakangan mental ujug-ujug naik saat ada penumpang yang turun. Sang Supir pun kontan tidak suka dan mengusirnya. Bisa jadi karena dia berpikir pasti anak ini ga bayar dan itu bakalan membuat sang supir merugi karena armada D10 masih cukup jarang. Padahal trayeknya sangat panjang sehingga banyak orang yang rela gelantungan ketimbang menunggu angkot D10 selanjutnya (termasuk aku :D). Cukup beralasan ditinjau dari dunia yang memang sudah sangat money oriented.


Dalam hati aku berucap ya Allah, hanya untuk 2000 rupiah ko begitu banget sih (cara ngusirnya terlalu kasar). Entah lah kenapa jadi kelu untuk berucap udah bang gapapa, nanti saya yang bayar. Walaupun bisa jadi karena kalau penumpang seperti itu naik, selain tidak bayar, juga akan membuat penumpang lainnya enggan untuk naik atau merasa tidak nyaman. Pikiran ku pun melayang jauh. Sepertinya sudah menjadi tabiat umum manusia untuk memandang rendah pada manusia yang tidak sempurna. Masih ingat beberapa tahun lalu di stasiun pasar minggu, ketika seorang pengemis yang sangat bau mendekati ku dan teman-teman. Salah seorang temanku, sambil menutup hidung, berkata bau banget (dengan sedikit berbisik). Aku ga habis pikir ko bisa ya berucap seperti itu didepan subjek. Kalau aku berada pada posisi pengemis itu, pasti akan merasa sangat sakit dan tertohok. Walaupun kenyataannya memang seperti itu. Bayangkan, ketika mendekati seseorang yang ga dikenal dan orang itu berkata bau sambil menutup hidung dan memalingkan muka… Owhhh man, what did you say?


Padahal orang-orang yang kurang tersebut adalah pengingat kita. Bahwa kita jauh lebih beruntung dari mereka. Bahwa Allah sudah mengaruniakan nikmat-Nya, dalam bentuk fisik dan harta, yang lebih banyak ketimbang mereka. Bahwa mata kita, atau tangan kita, atau kaki kita, lebih sempurna dari mereka. Kenapa kita tidak coba untuk saling menghargai? Kenapa kita tidak coba untuk menjaga perasaan mereka? Bukankah kita diajari untuk saling menghargai, entah dari sekolah ataupun dari orangtua kita.


Sekali lagi, mereka hanya pengingat kita, bahwa kita sudah diberi nikmat berlebih. Ayo kita bersyukur.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. 14:7)


Jumat, 05 November 2010

Di Balik Mentawai

Kamis, 04 November 2010

SETELAH TSUNAMI MENTAWAI

Pejabat Sipil dan Militer yang Kelelahan



PADANG — Mentawai telah memberi kita sebuah tembang baru yang pilu. Sekaligus memberi kita ruang untuk perasaan dan pengetahuan. Semuanya makin sekarang. Keprihatinan meluas. Ada yang bertindak, ada yang berkoar. Ada yang diam, ada yang tak peduli.



Tsunami di sana, merupakan yang tercepat di dunia. Sekejap saja, monster itu langsung menyebar maut. Mentawai jadi berita dunia. Lalu pada Senin (1/11) saya terbang ke Mentawai bersama Gubernur Irwan Prayitno. Saya melihat garut kelelahan di wajahnya. Ketika saya postingkan foto Irwan dan saya di atas helikopter ke facebook, teman-teman mengomentarinya. Antara lain, mereka bertanya, “Kenapa wajah gubernur terlihat lelah.” Yang lelah bukan hanya gubernur, tapi juga wagub serta Danrem dan bupati Kepulauan Mentawai.



Menurut seorang dokter kepada saya sekitar 6 tahun silam, jika dokter bedah habis melakukan operasi berat pada pasien, maka ia harus istirahat sehari dua, karena kalau tidak berdampak pada jiwanya. Di dunia wartawan, jika usai melakukan liputan berat seperti ke Mentawai, boleh istirahat sehari dua. Tak istirahat juga tak apa, tapi harus mau mencari suasana enjoy, hiburlah dirimu. Itulah sebabnya kenapa antara lain, dokter dan wartawan suka karaoke. Sesekali ke Jakarta, he he he.... Hiburlah diri, agar tidak stres. Kalau wartawan tak suka menghibur dirinya, maka kabarnya orang lain akan salah melulu di matanya. Dia saja yang benar.



Menurut saya, gubernur memang harus istirahat barang sehari dua. Kalau tidak ia akan sakit kuning. Sejak dilantik, ia seperti mobil putus rem saja. Teman-teman wartawan peliput di kantor gubernur menjadi saksinya. Lasak benar, berjalan saja maunya. Tiap sebentar ke daerah. Mungkin karena baru menjabat. Gempa dan tsunami Akan halnya gempa 7,2 SR yang menimbulkan tsunami di Mentawai terjadi pada Senin malam. Padang panik. Warga menuju ke ketinggian di bawah guyuran gerimis. Pada saat yang sama, Gubernur Irwan Prayitno terlihat berkeliling kota memantau suasana. “Pak Gubernur kaliliang kota,” kata wartawan Singgalang, Adi Hazwar kepada saya, malam itu.



Saya tak hirau benar, sebab saya punya protap sendiri kalau gempa datang. Begitu gempa, saya lari dengan mobil atau dibonceng teman, sampai ke depan pasar Lapai. Di sana saya parkir, memantau suasana. Setengah jam atau lebih saya kembali ke kantor. Atau ke Simpang Haru, parkir sesudah lampu merah. Aman, balik lagi. Kenapa saya harus pergi? Saya menghindari kemungkinan tsunami yang datang tak terdeteksi. Sirene tak bisa diharapkan, waktu latihan pekak telinga dibuatnya. Datang yang sesungguhnya, sirene itu anok. Kenapa Lapai labih favorit, karena sesampai di sana, berarti tak ada jembatan yang akan patah atau ambruk akibat gempa. Selanjutnya tinggal jalan kaki ke Ampang. Saya takut kalau jembatan patah, tak ada jalan keluar lagi dari pusat kota.



Gubernur ke Jerman menjadi janggal bagi sebagian orang, wajar saja bagi sebagian lainnya. Yang tak wajar, rakyat tidak peduli. Dia di Jerman Jumat (5/11) dan besok siangnya kembali ke Indonesia. “Ambo hanyo 1,5 hari di Jerman, sayang peluang investasi tidak diambil, urusan gempa oleh Wagub,” Irwan berkirim SMS kepada saya, kemarin. Menurut agendanya, Irwan ke Jerman bersama enam gubernur. Ke sana Irwan mengurus investasi bidang infrastruktur. Semoga saja, bisa mengurus bouy sekalian, yaitu alat pendeteksi tsunami. Menurut Ketua DPD Irman Gusman, kepergian Irwan ke sana, untuk kepentingan Sumbar.



Dari segi, “gubernur lelah,” wajar ia rehat sehari dua. Kalau pelesiran, menurut dia, semua negara Eropa sudah dijelajahinya selama ia menjadi anggota DPR. “Sekarang untuk investasi, agendanya padat, saya mohon pengertian,” kata dia lagi. Saya kira Gubernur Irwan bukan orang kurang akal. Ia telah memertimbangan segala hal. Tapi, itu tadi, hak orang pula untuk sinis dan setuju atas perjalanannya ke Jerman. Antara lain, itulah risiko pilihan sekaligus risiko seorang pemimpin. Akan dipuji sekaligus akan dikirik.



Yang menarik justru aktivitasnya sejak gempa 26 Oktober 2010. Senin malam keliling kota, Selasa rapat koordinasi, karena ternyata Mentawai dilanda tsunami. Rabu Wapres Boediono datang dan ditemani Irwan terbang ke Mentawai. Wapres pulang, Irwan tinggal. Kamis giliran Presiden SBY yang datang ke Mentawai. SBY pulang siang, Irwan pulang malam. Begitu sampai di Padang, rapat dan langsung jumpa pers. Jumat menemani SBY. Irwan bergabung dengan Wagub Muslim Kasim yang baru pulang dari luar negeri. Segera rapat dengan Pangdam Bukit Barisan. Sabtu sibuk lagi bersama Wagub mengurus bencana. Wagub terbang ke Mentawai. Minggu Irwan ke daerah, kalau tak salah Payakumbuh.



Senin (1/11) terbang ke Mentawai bersama saya dan teman-teman. Selasa ke Payakumbuh meresmikan sekolah. Selasa menerima Menteri Fadel Muhammad. Rabu terbang ke Jerman. Wagub Wagub di Mentawai pada Sabtu (30/10). Pulang 3 Nobember. Empat hari di sana. Muslim sempat menemani Ketua PMI Jusuf Kalla yang dua hari pula di sana. Empat hari tak ganti baju, AC/DC. Nyaris bau bada badannya. Kepala Dinas Prasjal dan Tarkim Sumbar Doddy Ruswandi setali tiga uang. Apa boleh buat. Ketika pada Senin (1/11) pagi Gubernur Irwan dan saya serta sejumlah pemred mendarat di Mentawai, di helikopter ada dua tas pakaian. Satu milik Muslim lainnya milik Doddy.



Pada Rabu (3/11) kemarin, Muslim terbang lagi ke Mentawai menemami Menteri Fadel Muhammad. Malah di Mentawai, Irwan tiap sebentar ditelepon oleh hampir semua suratkabar dan televisi. Di Mentawai, Wagub Muslim sempat pula jadi ‘reporter’ Danrem Saya menemukan Danrem 032 Wirabraja Kol Mulyono di Mentawai. “Bapak tak pulang-pulang,” kata stafnya. Sejak Rabu pekan lalu smapai Rabu kemarin, Mulyono masih di sana. Ia mengendalikan berbagai gerak relawan, distribusi bantuan. Danrem risau kalau rela wan terdampar, seperti yang terjadi dua hari lalu. Karena itu, tentara ini berusaha mencarinya.



Wartawan asing yang lambat dapat kapal, lantas menuduh diusir, berusaha pula ia jelaskan kepada publik, “tidak ada pengusiran” Ia memberi informasi ke Tanah Tepi, menerima telepon dari wartawan. Ia tentu juga menerima telepon dari istri dan anaknya di Padang. Tentara ini, pada Senin lalu, saya lihat di Tuapejat. Ia menyambut kedatangan Gubernur Irwan. Kami terbang ke Muntei Baru-Baru, ia telah tiba pula di sana. Bupati Akan halnya Bupati Kepulauan Mentawai, Edison Saleleubaja, merupakan pejabat yang selain sibuk, lelah, letih juga harus mengemban tugas lebih berat. Namanya saja bupati. Edison, pada Senin lalu saya jumpai memakai sepatu boat hitam sampai ke lulut. Wajahnya ‘gersang’. Ia menjadi tumpuan harapan sekaligus kekesalan warganya sendiri.



Bantuan yang menumpuk di posko induk, menjadi tanggungjawabnya. Saya melihat, ia tidak kosentrasi lagi. Namun sang bupati berusaha tampil prima, apalagi silih berganti pejabat penting datang ke sana. “Bapak kurang tidur, makan juga telat terus,” kata stafnya kepada saya. Itulah hal-hal yang sempat terdeteksi oleh wartawan Sing galang dan sebagian jadi berita. Lalu, Irwan ke Jerman. Selanjutnya terserah Anda. (Kj)



Sumbernya


Minggu, 31 Oktober 2010

Sedikit tambahan

dear brothers and sisters,

Mari berdoa untuk bangsa kita tercinta atas semua reaksi dan sabda alam yang terjadi di berbagai wilayah indonesia.

Sedikit berbagi cerita tentang mbah maridjan, dari twitter salim a fillah seorang penulis buku asal jogja...

MbahMaridjan yang shalih, tawadhu', ahli i'tikaf, penuh pengabdian, yang selalu sambut kami seperti cucu sendiri; namamu dalam doa ini.."

"Rak sami sugeng to wayah?", begitu selalu kau sambut kami dalam senyum, MbahMaridjan. Lalu kami bising di rumahmu, & kau i'tikaf di Masjid."

Kami sering merusak kebunmu untuk Outbond, MbahMaridjan. Tapi kau malah tawarkan ubi, "Nek kersa nedhi pohung njedhol piyambak nggih wayah!""

Pernah juga acara besar kami di tempatmu, MbahMaridjan, para ikhwan tidur di Masjid. Dingin menusuk. Kau bangun pada pukul 03.00, tahajjud."

Sehabis Shubuh kau, MbahMaridjan, akrabi kami. Kau sajikan kopi, tapi kau sendiri puasa. Dari lisanmu, butir-butir kebijaksanaan mengalir."

Pendaki sering minta restumu MbahMaridjan. Kau lepas mereka naik. Tapi nanti di atas, kau bisa mendadak muncul, "Ampun medal mriki wayah!""

Pendaki shalih sama sekali tak merasakan aura mistikmu MbahMaridjan. Soal kau bisa muncul mendadak, pastilah sebab kau faham jalan & medan."

Jika kau MbahMaridjan telah wafat, izinkan kami mengenang akhlaq indahmu, keakraban tulus, keteguhan, dan dirimu yang kadang disalahfahami."

Kami saksi, kau MbahMaridjan sang Syuriah PCNU Cangkringan, hidup dalam iman & bukan kesyirikan, ibadahmu membuat iri, santunmu mengharukan"

Mbah Marijan, Layak di Puji atau di Caci??

Sang juru kunci Merapi meninggal dalam keadaan sujud. Siapa yg tidak ingin meninggal seperti itu?. Salah satu ciri kemuliaan dalam menjemput kematian. Dan tersirat pada jasad mbah Marijan.


Sebenarnya mana yang lebih tepat diberikan pada mbah Marijan. Pujian atau cacian? Tindakan beliau memang memancing pro dan kontra. Secara logika dan pertimbangan kemanfaatan, semestinya bliau mengambil langkah untuk menyelamatkan diri. Langkah yang diyakini banyak orang sebagai langkah paling tepat. Bukan hanya untuk menyelamatkan diri sendiri, tapi karena mbah Marijan merupakan tokoh yang disegani, tingkahnya diikuti masyarakat. Kesalahan sedikit berakibat fatal, bukan hanya untuk dirinya, tetapi orang-orang yang mengikutinya. Lima belas korban yang meninggal disekitar rumah mbah Marijan dianggap sebagai akibat pilihan membahayakan yang diambil oleh lelaki 'roso' ini.


Karena alasan inilah pendapat-pendapat miringpun muncul di facebook. Bahkan ada yang menulis tindakan ini disebut sebagai -maaf- ketololan, karena dianggap tidak bijak dalam mengambil keputusan, dan terkesan 'menghalangi' program zero tolerance dalam penanganan bencana. Kasar memang, tapi itulah pendapat.


Disisi lainnya, pengguna FB yang lainpun mengungkapkan, bahwa beliau pernah diskusi dgn warga Cangkringan, ternyta mbah Marijan selalu berpesan pada warga untuk mengikuti anjuran pemerintah untuk meninggalkan Merapi, meskipun bliau tidak turun. Terbukti asisten dan keluarganya selamat dari tragedi ini.


Teringat ketika Merapi meletus pada tahun 2006, mbah pernah berkata bahwa bliau tidak akan pergi dari merapi kecuali diminta langsung oleh Sri Sultan HB IX. Sultan yang mengamanahkan merapi, tapi telah wafat puluhan tahun silam. Bahkan bujukan Sri Sultan HB X pun tidak digubris. Kemudian beliau dengan gagah berani malah berlari menuju kearah gunung disaat penduduk yang lain mengungsi. Membuktikan keteguhannya, dan (anehnya) bliau selamat. Menguatkan kesan "roso" yang menempel pada lelaki tua itu, sekaligus menebar aroma klenik dan mistis yang tajam. Entah kebenaran aroma ini, karena di sisi lain beliau dikenal sebagai orang yang kental beribadah, dan itikafnya pun kuat.


Saat Merapi 'terbatuk' kemaren, pengamatan empiris mbah Marijan salah. Dalam kesederhanaan di sudut rumah, mbah meninggal dengan posisi kepala yang serendah-rendahnya sejajar tanah. Merendah tapi posisi yang disebut Tuhan sebagai posisi yang sangat tinggi. Hanya Allah yang tahu, bagaimana nilai kematian mbah. Karena bagi sebagian orang, mbah adalah simbol mistis (syirik) dan ketidakbijakan.


Terlepas dari pro dan kontra, bagaimanapun sy belajar, mbah adalah potret orang biasa yang terangkat karena keteguhan prinsipnya. Lakunya berkata tentang amanah, kesetiaan, dan tanggung jawab yang pantang dikhianati, untuk menjaga gunung merapi sampai beliau mati. Sosok abdi yang benar-benar mengabdi. Laku sederhana yang dibuktikan dengan nyawa. Beda dengan orang-orang yang banyak berbicara, berkomentar, namun komitmennya hanya diujung bibir. Istilah Jawanya.. JARKONI: Ujar ra iso nglakoni (banyak bicara, tapi tak bisa menjalankan). Sesuatu yang sangat dimurka oleh Allah.


"Jangan terkaget bila nanti orang yang kau sangka ahli neraka berlari kencang menuju syurga. Sedangkan kau sendiri ternyata merangkak ketakutan ke arah syurga" tulis salah seorang kawan dalam status Facebooknya. Tak jelas siapa yang dimaksud. Tapi yang pasti, kita bukan hakim, dan tak berhak menuduh atau mengklaim nilai kematian seseorang.


Mbah marijan mungkin dianggap legenda merapi. Dan seperti legenda lainnya, selalu penuh kontroversi.


*Bot Pranadi*

Ketika pagi berita yang terdengar adalah Mbah Maridjan masih hidup, tapi dalam keadaan lemas. Subhanallah pun terucap, sembari berpikir efeknya akan sangat luar biasa pada keyakinan orang-orang, bukan saja penduduk sekitar Merapi, tapi juga Indonesia umumnya. Bahkan mungkin dunia. Mungkin semua produk akan menginginkan beliau menjadi bintang iklannya. Wawancara TV sampai sebulan ke depan akan mengangkat nama Mbah Maridjan melebihi semua skandal artis yang pernah ada.

Bagaimana tidak, ketika orang-orang disekitarnya menemui ajal akibat wedus gembel yang suhunya lebih dari 100 derajat ternyata orang ini bisa bertahan. Tidak terbayangkan kedepannya.

Yapps, mungkin kematian Mbah Maridjan adalah cara Allah untuk menjaga aqidah umat ini. Satu hal yang penting adalah kita tidak punya hak untuk menghakimi.

JadiKangenSamaMasIbot

Jumat, 22 Oktober 2010

Pengamen

Jarang banget ngeliat pengamen di angkot dikasih uang nyaris oleh semua penumpang. Apa mungkin karena hujan bisa meluluhkan ketamakan hati manusia? Ah, kenapa tidak berfikir bahwa penumpang angkot ini memang orang-orang dermawan.

Pastinya itu memang rizkimu dik.


======================================================================
Hari ini, setelah berbasah-basah ria dengan hujan. Ehmmm, mandi hujan memang menyenangkan

Jumat, 15 Oktober 2010

Menjadi Beda

Menjadi beda..

Seharusnya kembali ke poin ini. Melepaskan semua baju yang lama dan tak perlu nostalgia.
Menggantinya dengan yang baru, yang baru.

Manusia harus berubah, karena pemikirannya atau waktu yang kan memaksanya. Dan Saya ingin yang pertama.

Bismillah!

Minggu, 10 Oktober 2010

Dua hal

Cinta dan kekaguman adalah dua sahabat baik. Sepintas terlihat seperti kakak-adik, dimana kekaguman adalah sang kakak yang selalu berjalan di depan dan menjadi penunjuk jalan untuk cinta ke sebuah ruang penuh warna, bernama hati. Menurutku hanya kekaguman lah yang bisa membukakan pintu kecil di hati manusia agar cinta bisa masuk.


Bagiku hanya ada dua jenis kekaguman. Kekaguman pada fisik akan melahirkan cinta pada pandangan pertama, love at the first sight. Aku pernah mengalami ini. Satu lagi adalah kekaguman pada sifat yang akan menunjukkan cinta sebuah jalan berliku. Aku pun pernah mengalami ini.


Aku tak bisa menilai mana yang lebih baik, tapi keduanya sama-sama menghadirkan keindahan. Memberikan warna lain yang entah kenapa selalu berujung pada kebahagian.

8 Oktober 2010

Bismillahirrahmanirrahim. Basmallah pun terlantun dari mulut imam Jum’at hari ini, Pak Anwar. Aku pun segera mencoba untuk fokus mendengarkan bacaan imam, tapi tiba-tiba…bruukk. Kaki kiriku terpaksa bergeser karena ada dorongan dari orang di saf belakang. Siswa SMP 3, kelas 7. Beberapa orang di belakangku memang masih sibuk bercanda sejak khutbah tadi.


Ya, begitulah kondisi Sholat Jum’at di sini. Terkadang sangat riuh. Ketika pertama kali kembali ke sekolah ini, suasana Sholat Jum’atnya jauh lebih tidak terkendali karena anak-anak yang hampir 90% bercanda/ngobrol dan juga lantaran pengeras suaranya sudah tidak layak. Suara khotib kadang hanya sayup-sayup saja terdengar. Ketika pengeras suaranya di ganti, suasananya sedikit berubah. Sebenarnya, adik-adikku ini tetap banyak yang bercanda, tapi karena pengeras suaranya berfungsi dengan baik jadi suara mereka seperti hilang. Yaah, terkadang perlu di nasehati dulu sih sama Pak Anwar agar kondisinya lebih kondusif lagi.


Kalau kubandingkan dengan masa ku sekolah di sini dulu, sepertinya tidak sampai separah ini kondisi sholat Jum’atnya. Kalau analisa Caku, karena SMP 3 kehilangan sosok-sosok yang keras untuk urusan sholat, macam Pak Nata dan Alm. Pak Endang Kamal Haris. Beliau berdua sangat tegas untuk urusan sholat. Pak Nata biasanya akan keliling dulu, mencari anak-anak yang masih berkeliaran beberapa saat sebelum sholat Jum’at dan akan langsung digiring ke masjid. Pastinya diiringi dengan kemarahan walaupun kadang hanya lewat pandangan mata beliau. Beliau juga akan sangat marah kalau ada yang bercanda ketika sholat Jum’at. Alm. Pak Endang pun hampir sama, bahkan kalau pas sholat terdengar suara uang jatuh pun akan di marahi setelah sholat selesai. Sesuatu yang menurutku sangat aneh ketika itu.


Yaa, aku setuju sama pendapat Caku. Orang-orang seperti beliau berdua memainkan peran yang signifikan untuk hal ini. Semoga Allah membalas amal baik mereka. Sesungguhnya kemarahan mereka berdua sangat beralasan. Amiin.

Selasa, 05 Oktober 2010

Minimal 5 post...

Bismillah..

Duuh, makin ga terawat blognya (tulisannya). Sebenernya selama ini banyak banget ide2 nulis dari kejadian sehari-hari, atau pemikiran tentang masalah. Tapi sayang ga tersalurkan. Jadinya jarang nulis-nulis. Padahal masalah pun menumpuk, kejadian-kejadian unik berlalu terus. Ga sempet di tulis walaupun garis besarnya. Sepertinya butuh hp baru yang bisa buat nulis note, seperti yang dulu.

Atau harus di ikrarkan?? Harus ada 5 tulisan dalam sebulan. Apapun jenisnya.

Semoga bisa!!!!

Sabtu, 25 September 2010

Kunci papan

Untuk kali keempat keyboard si hitam rusak. Duuuwh barang2 China kualitasnya parah bener dah. Sekarang yang rusak cuma 1 tombol, tapi sangat vital, tombol enter. Dulu juga pernah dua tombol aja yang rusak. Tombol shift kiri ma kanan. Waktu itu ngetik beberapa halaman sampe makan waktu 2-3 jam karena bahan yang di ketik tentang undang-undang jadi banyak simbol (:) dan (").

Kapan ya bisa ganti si hitam....??? Cape kan ganti keyboardnya terus :D

Rabu, 15 September 2010

Bangunan Mental….

15 Agustus 2010


“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”.
Penggalan ayat yang langsung terngiang, begitu sampai di sini, tempat urut patah tulang. Tentunya akan langsung pula terhubung dengan kejadian 6 tahun lalu. Aku ke sini mengantar sepupu yang mengalami patah tulang paha karena terjatuh dari motor kurang lebih sebulan yang lalu. Kejadian yang semakin menyiutkan nyali untuk bawa motor sendiri. Apalagi, sebulan sebelum sepupuku yang ini kecelakaan, sepupuku yang lain pun mengalami kecelakaan. Luka luarnya sangat kecil, tapi bagian dalam kepalanya bermasalah. Beberapa hari sebelumnya aku pun nyaris nyerempet kijang. Kalau di tambah dua kecelakaan beruntun yang menimpa sepupuku, habis sudah keberanian ini. Duuuuwwwwwwh.


Tempat ini hanya membuatku kagum pada kebenaran ayat-ayat Allah dan tentunya pada orang-orang ini. Ada yang patah di betis, lengan samapi paha. Bahkan harus dipapah untuk datang ke sini, seperti sepupuku ini. Betapa orang-orang ini bermental baja, jauh melebihi diriku 6 tahun yang lalu. Lama kelamaan sih, serem juga di tempat ini karena dengar orang kesakitan dan tentunya darah lantaran ada yang baru saja kecelakaan langsung dibawa ke tempat ini.


Terima kasih ya Allah, atas nikmat sehat ini.

Kamis, 12 Agustus 2010

Saat Batu Nisan ku Miring

Kukecup dalam-dalam butiran waktu yang berselang, Sembari menanti jarak antar pagi yang terus berjalan. Termaknai sudah oleh langkah kaki yang tak henti melintasi jemari hari.
Barangkali itulah tanda-tanda saat akan mati.... lirih...tapi pasti.


Gerah kurasakan bibir penuh duri ini walau telah kupatahkan dengan baja tak bertali.
Mungkin esok atau lusa aku tak lagi berkawan tentunya bukan karena terlalu menawan.
Sudah semestinya tanah itu menjadi penginapan terakhir kala hujan tak lagi menunggu payung, kala terik tak lagi menunggu pohon nan rindang.
Kepayahan ini terjawab sudah oleh titik amal yang melegenda dan terukir di koridor jagad raya.


Tapi ada satu hal yang kuharap tak kau lupakan, kumohon duhai kawan...karena bahkan aku tak sanggup berdiri lagi, sekedar menegakan nisan miringku sendiri atau beberapa helai rumput yang mengusik diatas pusaraku. Kalau kau kira pernah ada kebaikanku padamu walau itu tak bernilai, sudilah sejenak engkau berbelas kasih menegakkannya lagi untukku untuk makhluk yang tak luput dari kerak dosa yang semoga itu menjadi simbol bahwa aku masih sanggup berdiri gagah mempertanggungjawab kan perbuatanku. Biar lelah ini sedikit terwarnai, biar sunyi ini kian terjaga oleh hari, karena aku terlalu gontai untuk bertahan, atau setidaknya lumut dosaku tak juga berjejal di pembaringan terakhirku.


Aku bukan siapa-siapa untuk kemewahan dan kekuasaan, apa lagi ketenaran.
Aku takut tak ada Ridho untuku oleh karenannya kupilih air mata walau kutahu takan cukup sebab aku terlampau sesak oleh dosa-dosa... .........

Setyo Budi

Selasa, 27 Juli 2010

Salah

Al-Huda, mendekati jam 11 siang.

Setelah tertidur sebentar di salah satu masjid favorit, Saya putuskan untuk Sholat dhuha 2 rakaat dan sholat istikhoroh 2 rakaat. Padahal sebelumnya saya sudah mengambil keputusan...sesuatu yang aneh. Seharusnya istikhorohnya setengah jam sebelumnya, ketika kebingungan untuk memilih itu datang.

Dan, keputusan siang itu mungkin salah satu yang terberat dalam hidup ini. Memilih 1 di antara 2 pilihan. Hidup memang untuk memilih.

Rabu, 30 Juni 2010

sama

Jadi inget sama tukang sampah di Balio dulu. Nyaris nagih uang bulanan tiap pekan.

Mungkin karena kesulitan ekonomi yang menderanya. Nah kalo para petinggi negeri yang terus meminta, memanfaatkan jabatannya, malak sana-sini.

Atas alasan apa ya? Rumahnya bisa di jadiin kontrakan. Kendaraannya bisa direntalin. Uangnya duuuh ga keitung. Hmmm, masih ngerasa kurang?? :(

Minggu, 16 Mei 2010

Love Series

satu*
Ketika rumah baru itu hancur dan perlahan rata dengan tanah. Yakin lah, ia akan kembali ke rumah yang lama, rumah pertamanya. Tempat yang sangat berkesan. Tempat di mana ia mengenal ruang-ruang baru dalam hidupnya, penuh warna dan menarik hati. Gemetar ketika memasuki pekarangannya , kikuk dan gamang untuk membuka pintunya. Lalu tak sepatah katapun terdengar dari mulutnya saat berada di tengah ruang utama rumah itu. Walaupun otaknya penuh dengan sejuta kalimat, tapi yang ada adalah kekaguman. Baris-baris kalimat yang tersusun rapi sejak tikungan terakhir, kini hilang di sapu dinding putih, luas dan melenakan. Kenangan indahnya akan tetap bertahan, sedangkan cerita pahitnya lambat laun akan menjadi manis seiring waktu yang bergulir.


dua**
Kini bintang itu timbul lagi.
Tidak lagi di timur laut seperti yang dulu.
Bintang baru itu jauh lebih dekat.
Tak sengaja kutemukan dia dari balik duri-duri mawar yang masih menyisakan darah.
Lihatlah dia tersenyum.
Apakah aku rela melihat senyumnya walaupun harus tertusuk duri-duri mawar ini?
Aku tak tahu.


tiga**
Apakah dia perlu pandangan mata yang sempurna? Atau seperti tidak beretika, datang tanpa undangan? Lalu, bagaimana juga dia bisa mengisi celah yang begitu sempit? Teori kapilaritas? Fisika tidak berlaku di sini!

Ahaa…, Okey, okey, tambahan lagi, apa gunanya pengalaman? Hanya jadi arsip usang di kepala? Evaluasinya membuat air mata tumpah ruah di malam hari, tapi akhirnya tidak ada satu aksi pun yang dilakukan karenanya?! Sudahlah…, tidak perlu nostalgia….,
Jika dari titik ini dia berasal, maka aku berharap akhir yang sempurna. Amiin,….,

Senin, 26 April 2010

beberapa kenangan





At-Taqwa SMP 3 Depok

Senin, 19 April 2010

20 Maret

Sabtu, 20 Maret 2010.

Kereta ekonomi AC, dalam perjalanan menuju stasiun Juanda selepas Try Out kelas 9 (semoga mereka bisa melalui UAN dengan baik, mendapatkan hasil yang baik dan diterima di SMA yang mendukung kelanjutan tarbiyahnya), tiba-tiba sebuah pertanyaan meluncur dari salah seorang di rombongan ini. “Apa alasan kita ikut munashoroh Palestina”, kira-kira seperti itu pertanyaannya. Dengan sedikit perumpamaan, “(sambil tersenyum) akhi, kalau ada seorang mahasiswa yang dapet nilai jelek? Lalu nilai itu di tempel di papan pengumuman dan ternyata hanya dia seorang yang nilainya jelek. Temen-temen lain bersorak gembira karena dapet nilai yang baik. Tentunya akan sangat terpukul mendapati kondisi seperti itu. Keadaan yang sulit, sangat sulit lantaran menjadi satu-satunya orang yang tertunduk lesu di tengah kegembiraan yang lainnya. Tapi, ternyata ada seorang kawan yang menghampiri dia dengan tersenyum, mencoba untuk menghibur dan berempati pada kesulitannya. Bahkan bukan cuma menghibur dan berempati, tapi juga menyemangati untuk bangkit dari kesulitan tersebut. Akhi, mahasiswa itu adalah Palestina dan kita sedang mencoba untuk menjadi seorang kawan yang memiliki empati seperti cerita itu”.


Lelah kaki karena perjalanan ini adalah senyum dan langkah kita untuk menghampiri mahasiswa itu. Materi yang kita sumbangkan adalah satu tepukan di bahunya dan juga sapaan kecil untuk mencari tahu apa yang terjadi, “ada apa….”, “kenapa…..”. Jikalau fisik ini yang mampu kita hadirkan/tawarkan maka itu adalah kata-kata penyemangat dan juga ajakan untuk kembali berdiri dan menghadapi ini semua bersama-sama.


Satu alasan lainnya adalah karena di sana ada salah satu situs suci umat Islam, Masjid Al-Aqsho. Sholat di dalamnya di ganjar dengan pahala yang jauh lebih banyak daripada di masjid-masjid lain (kecuali Masjidil haram dan Masjid nabawi). Saya yakin, tidak akan ada satu pun pemeluk agama di dunia ini yang tidak marah ketika situs sucinya hendak dihancurkan!
Al-Aqsho ini jantung Palestina,
Kiblat pertama jua nan mulia

Note:
Ini mungkin salah satu akhir pekan yang melelahkan. Karena setelah munashoroh ada z. suyukh yang dilanjut mabit kemudian futsal di pagi hari. Yang mesen lapangan 2 jam tega neh..hiks..

Kamis, 18 Maret 2010

Setelah membaca..............

bolehkah saya menerka...
walau hanya dari kata-kata......

Saya tau,
takdir tidak untuk diterka...
karena, bisa jadi kita tidak akan beranjak dari tempat semula,
hanya sibuk berandai-andai.

Tapi....
1 guratan tinta yang terbaca,
sepertinya.....

ah, sudah lah....

Minggu, 14 Maret 2010

hujan. what do you think about it? ngebayangin apa? ada kisah?

judul yang saya pake adalah pertanyaan di sebuah thread.

Ini jawabannya...


Hujan selalu menyenangkan buat ane sis.

karena pengalaman waktu kecil yang sontak saja hadir ketika hujan datang. Mandi ujan, maen perahu2an, sampe ngepel beranda rumah sambil merosot di lantainya. Ingin rasanya melakukan itu lagi.

Bukan cuma itu, buat ane hujan juga membuat nyaman suasana. entah karena tanah yang sebelumnya keras berubah menjadi lembut, karena debu yang tersikat habis ataupun karena suasana dingin yang langsung mengalir seiring lamanya hujan...


AKU Cinta Hujan...

Kamis, 04 Maret 2010

Return

Sepuluh tahun. Wooow, sudah sepuluh tahun ngga ke sini. Banyak yang berubah? Jelas banyak yang berubah. Salah satunya tempat yang ku tuju sekarang ini. Terlihat jauh lebih besar, walaupun belum rampung 100%. Mesjid At-Taqwa SMP N 3 Depok, sekolahku dulu.

Terakhir kali ke sini, 17 Agustus 1999. Lebih kurang 1 bulan setelah aku masuk SMA 1 Depok dan kalau tidak salah ingat, hari itu adalah pertama kalinya pakai seragam SMA, putih abu-abu. Umumnya kalau sekolah negeri uang masuk sudah sekalian dengan seragam sekolah dan pemberian seragam tersebut harus menunggu beberapa waktu, mungkin karena banyaknya pesanan yang harus dibuat. Ada semacam tradisi di SMP ini, biasanya alumni yang baru saja lulus akan sowan ke sekolah pas 17 Agustusan dan ketika itu, kami (aku dan beberapa kawan) pun datang untuk menggenapi tren itu.

Sebetulnya sangat banyak anak SMA 1 yang berasal dari SMP 3, tapi yang datang ketika itu hanya beberapa saja karena di SMA 1 sedang ada acara. Hmm, selepas upacara 17 Agustus ada seminar tentang narkoba. Salah satu pembicara yang tampil adalah mantan pemakai, cukup menarik. Namun sayang, kupikir akan ada yang lebih menarik di SMP 3, yang jelas-jelas tidak ada di SMA 1. Hmmmm apa ya, hehehe.

Ketika itu berpikir keras, bagaimana caranya ke SMP 3. Adanya seminar membuat siswa-siswa tidak bisa segera pulang. Keluar sih bisa, tapi tanpa membawa tas. Duuuuh, nyesel bawa tas. Akhirnya tercetus ide, manjat tembok di belakang kantin. Lupa siapa yang punya ide, pastinya ketika itu bareng sama Budi dan seorang alumni SMP 2, temen sekelasku. Oia ada beberapa cewe yang nitip tas ke kita, hmmm.

Pengorbanan yang besar, bayangkan baru 1 bulan di SMA harus cabut dengan cara manjat tembok.a Apalagi bibirku pecah lantaran salah memperkirakan tinggi tembok. Errgggghh, lumayan sakit dan darahnya cukup banyak, tapi tak apalah. Demi sebuah kebahagiaan yang tak ada di SMA ini dan itu membuatku tak terlalu menikmati masa-masa awal sekolah di SMA 1 Depok, sekolah paling favorit di kota ini.

Seberapa hebat kenangan di SMP ini? Kalau sepuluh tahun lalu mungkin cukup jelas dengan cerita di atas. Bahkan 5 tahun lalu pun masih merasa masa SMP adalah yang paling menyenangkan, lebih tepatnya, paling indah. Kini? Dengan semua yang sudah kualami, dengan melihat dari berbagai sisi (duwwh apa sih) maka urutannya sudah jauh berubah, seperti juga kondisi SMP ini yang berubah. Sekarang (sebetulnya sejak 4 tahun lalu) aku lebih memilih masa SMA adalah yang paling menyenangkan. Entah itu karena kegilaan-kegilaannya, temen-temen yang super duper lucunya, kebiasaan bola plastiknya, dan tentunya yang paling menentukan untukku, rohis dan mentoringnya. Aku jadi inget sebuah nasehat “kita jelas menginginkan mereka menjadi lebih baik, tapi kalau itu tidak tercapai sekarang, biarlah mentoring ini menjadi serpihan terbaik dalam hidup mereka”. Dan itulah serpihan terbaikku.

Masa SMP jutru aku letakkan terakhir, setelah masa kuliah dan SD. Dari pertama jadi terakhir? Yaps!!!!!!!!!!!! Okey, ada sebuah momen yang sangat manis, tapi ternyata aku juga punya 2 momen yang sangat buruk. Sangat, sangat buruk!! Kalau momen manis itu terus mengikuti sampai masa-masa selanjutnya (bahkan menjadi inisiasi), maka momen buruk itu juga belum lah pudar pada masa-masa setelah SMP. Dan 2 selalu lebih banyak dari 1, di manapun!!!

Ketika kembali ke sini (SMP 3), aku tidak ingin mengenang cerita manis itu dan juga bukan untuk mengubur cerita buruk itu. Aku Cuma ingin berbagi pada adik-adik kelas ku. Duwwwh riwehnya anak-anak kelas 7. Hohohoho, seru banget.

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)."

Rabu, 03 Maret 2010

Buka Mata Hati Telinga

Satu cerita tentang manusia
Coba tuk memahami arti cinta
Benarkah kah cinta di atas segalanya
Hanyakah itu satu-satunya
Yang menjadi alasan untuk menutup mata
Tak melihat dunia yang sesungguhnya
Dan menjadi jawaban atas semua tanya
Yang kita harap mampu mewujudkan semua akhir bahagia


Buka mata, hati, telinga, sesungguhnya, masih ada yang lebih penting
Dari sekedar kata cinta
Yang kau inginkan tak selalu yang kau butuhkan
Mungkin memang yang paling penting
Cobalah untuk membuka mata, hati, telinga


Adakah kau rasakan kadang hati dan pikiran
tak selalu sejalan, seperti yang kau harapkan
Tuhan tolong tunjukan apa yang kan datang
Hikmah dari semua misteri yang tak pernah terpecahkan.


Maliq & d'essentials

Sedang menikmati saat-saat di mana rindu tidak bernyanyi. Menyenangkan, sangat menyenangkan :D

Untuk Cermin Diri

Kenapa manusia yang jatuh pada kesalahan yang sama disamakan dengan hewan? Dalam hal ini, seperti keledai. Tentunya manusia dan hewan berbeda dan sudah menjadi pengetahuan umum bahwa perbedaan mendasar itu adalah pada otaknya. Hewan di karuniakan insting, sedangkan manusia di anugerahi akal. Karena akal itulah manusia memiliki derajat yang lebih tinggi di banding hewan. Lantas, kenapa untuk kasus di atas manusia di samakan dengan hewan?

Saya masih ingat beberapa cerita tentang bagaimana insting hewan bekerja. Salah satunya ketika kuliah psikologi sosial. Cerita tentang seekor anjing yang sebelum diberi makan selalu diberi tanda dengan bunyi lonceng. Awalnya sang anjing acuh terhadap lonceng dan baru tergerak ketika makanannya terlihat. Makin lama, dia paham bahwa ketika lonceng dibunyikan maka makanan akan datang sehingga dia segera menghampirinya. Instingnya lah yang mengatakan “ini sebuah kebiasaan”. Dia akan tetap datang ketika lonceng dibunyikan walaupun ternyata makanannya tidak ada, paling tidak untuk beberapa kesempatan.

Pun dengan cerita seekor belalang yang mampu melompat setinggi 10 cm di alam bebas. kemudian ia di masukkan dalam kotak kecil yang tingginya tidak lebih dari itu. Ketika dilepaskan kembali ke alam bebas, setelah beberapa lama di kurung, tinggi lompatannya tidak kembali seperti sedia kala. Karena keterbatasan tinggi yang disediakan kotak kecil membuat belalang merubah kebiasaannya.

Dua makhluk itu telah terkekang dalam blok pemikiran yang begitu terbatas. Blok pemikiran itu adalah lonceng dan kotak kecil. Mungkin tidak pas untuk menggambarkan cara kerja insting hewan, tapi setidaknya itu adalah gambaran bagaimana hewan, yang dianugerahi insting oleh Allah, bekerja untuk mempertahankan hidup.
Apakah akal, yang ada pada manusia, bekerja seperti itu? Tentunya tidak. Karena panah sudah berubah menjadi senapan, kuda pun sudah berubah menjadi kendaraan bermesin, begitu juga cahaya obor sudah berubah menjadi aliran listrik. Bahkan keinginan untuk terbang bebas seperti burung pun sudah diterjemahkan oleh pesawat terbang. Jelasnya, akal mampu melihat keadaan dan mengeksploitasinya.

Cerita tentang akal adalah cerita tentang belajar, lalu berkembang. Belajar bisa dilakukan dari nol atau dengan kata lain kita tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya. Belajar pun bisa dilakukan berdasarkan pengalaman sebelumnya, baik itu kegagalan maupun kesuksesan, dan dari sinilah perkembangan itu dimulai.

Akal bukan cuma memikirkan kebiasaan dengan semua kemudahan/kesulitannya yang membuat kita melakukan hal yang sama. Namun, akal harusnya juga mampu memikirkan tentang jalan di luar kebiasaan tersebut beserta semua resikonya. Sehingga ketika kegagalan yang kita temui pada kesempatan pertama, maka kita punya pilihan lain pada kesempatan berikutnya. Jikalau pada kesempatan pertama kesuksesan yang kita jumpai, maka kesuksesan itu bisa menjadi titik awal kesuksesan selanjutnya. Itulah berkembang. Modernitas pun muncul karena manusia tidak takluk pada kebiasaan lama dan ingin berkembang. Ilmuwan-ilmuwan hebat, yang dicatat dengan tinta emas oleh sejarah, pun hadir karena mengambil kemungkinan-kemungkinan lain di luar kebiasaan dan tentunya disertai dengan hasrat untuk berkembang.

Kembali kepada pertanyaan di atas, kenapa manusia yang jatuh pada kesalahan yang sama disamakan dengan hewan? Mungkin sudah terjawab dengan uraian di atas, bahwa kita dianugerahi akal yang dengan itu kita bisa belajar, lalu berkembang. Jatuh pada kesalahan yang sama juga mengindikasikan kita tidak belajar dan tidak mengerti/tidak tahu atau mungkin lupa bahwa hidup adalah seni memilih dan pilihan dalam hidup itu banyak sekali. Hanya sesekali saja kita dihadapkan pada dua pilihan.

Minggu 28 februari 2010. 9.42 am


=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=

Ini sebenarnya sebuah jawaban. Pertanyaannya lewat sms dan si penanya mungkin akan bingung dengan jawaban ini. Yaaah, ga nyambung juga sih dengan yang ditanyakan.

Tapi demi Allah, saya hanya butuh waktu. Itu saja. Maaf kalau sulit dipahami

Sabtu, 27 Februari 2010

Salah Kaprah

Sore kemarin, suara gaduh, tanpa diundang, tiba-tiba aja masuk kamar. Segera terbangun dan sedikit melirik lewat jendela. Wooow, anak tetangga sebelah lagi ngamuk. Seperti yang sudah-sudah, memang tabiatnya luar biasa kacau kalau lagi nangis. Dia terbiasa bergulingan (bahasanya apa sih?) di tengah jalan, kakak saya malah lebih ekstrim dengan bilang dia “gila”. Anak perempuan kelas 1 SD yang terlalu di manja, lagaknya seperti raja. Saya sendiri sudah muak dengannya dan juga kakaknya, yang kelas 6 SD. Dua anak itu ga pernah bertegur sapa lagi dengan keluarga saya, sejak sebelum lebaran, bahkan tidak dateng ke rumah ketika lebaran. Salah apa kami? Dan orang tuanya menganggap itu biasa. Bahkan tetangga yang duduk di rumah saya pun seperti menjadi musuhnya. Satu ucapan anak kelas 1 SD itu yang masih saya ingat “ngapain lu liat-liat ke sini (rumahnya)?”. Kata “lu” untuk nenek-nenek yang sering bertandang ke rumah, teman-teman ibu. Jangan tanya bagaimana pendapat ibu dan teman-temannya tentang dua anak itu.

Satu waktu di ramadhan tahun lalu, ba’da tarawih, kakaknya yang sudah kelas 6 SD dan bersekolah di sekolah Islam, memanggil saya dengan kata “setan”. Ketika itu hanya do’a yang terucap “semoga satu saat di jenjang pendidikan yang lebih tinggi dia bertemu dengan sebuah keajaiban (mentoring) yang bisa merubah dia”. Ya.. semoga aja ada hidayah yang nyangkut, sehingga dia sadar dengan kesalahannya dalam bersopan santun terhadap orang yang lebih tua, terhadap pembantu, dan tentunya terhadap kedua orang tuanya.

Kembali ke kegaduhan, ternyata yang kemarin sore lebih dari biasa. Karena pembantunya sampai nangis-nangis, di gigit dan di kejar-kejar sambil membawa pisau/gunting dan adiknya, yang berumur kurang dari 2 tahun, juga jadi korban pelampiasan tangisnya. Sampai balita itu terlihat shock. Makanya kegaduhan kemarin lain dari biasanya. Kegaduhan yang membuat ibu-ibu tetangga harus turun tangan mencegah itu. Luar biasa! Dari mana pikiran sejahat itu hadir dalam otak anak SD kelas 1?? Anak sekolah Islam pula.

Televisi kah? Sangat mungkin. Perhatikan saja sinetron-sinetron yang ada. Anak SD bisa berkomplot merencanakan kejahatan untuk mencelakakan temannya, balas dendam, berebut harta, berebut pacar. Dari satu sinetron ke sinetron lainnya, temanya sama dan ga akan jauh dari sana. Tapi menurut saya, andil paling besar datang dari kesibukan kedua orang tuanya yang bekerja. Apalagi sang ayah bekerja di luar negeri. Sehingga ketika bertemu yang ada adalah pelampiasan kasih sayang seluas-luasnya karena terlalu lama berpisah, bukan menjadi panutan, malah menjadi pembela tanpa kompromi. Dan sepertinya mereka berpikir dengan menyekolahkan ke Sekolah Dasar berlabel IT, masalah akhlak akan selesai. Sebuah pemikiran yang salah kaprah lantaran untuk jenjang SD, rumah jauh lebih berpengaruh ketimbang sekolah. Barulah ketika SMP, lingkungan sekolah berpengaruh padanya. Saya pun menemui anak SMP kelas 7 yang mulai berubah. Ketika awal, bahasanya sangat sopan “aku “dan “saya”. Kini, “lu” dan “gue” mulai terbiasa. Ketika SMP itulah masa remaja di mulai. Masa di mana seorang anak ingin menemukan jati dirinya bla-bla-bla-bla. Sudah lah saya bukan anak psikologi, tapi pengetahuan tentang itu sangat penting.

Kamis, 11 Februari 2010

Lagoon 500

Catatan itu muncul di layar komputer tiga hari lalu. Dari Sensen Gustafsson, teman yang bermukim di Swedia. Catatannya aktual, tentang pembelian kapal survei senilai Rp. 14 miliar oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan.

“Geli rasanya,” komentar Sensen tentang pembelian itu. Bukan karena kapal itu tidak bagus, melainkan karena pilihan jenis kapalnya, sebuah yacht Lagoon 500. Kapal jenis Katamaran ini, menurut dia, hanya akan memuaskan hasrat personal ketimbang tujuan riset dan pemantauan lingkungan. Maklum, kapal layar jenis ini lazimnya untuk para konglomerat kaya dunia dengan fasilitas layaknya hotel bintang 5.

Saya sepenuhnya sepakat dengan Sensen. Apalagi dia kredibel dalam soal ini. Sebagaimana keluarga lainnya di Swedia, dia memiliki kapal yang biasa digunakan untuk menyinggahi pulau-pulau yang amat banyak di negerinya. Suaminya, saat tahu Kementerian Kelautan dan Perikanan membeli Lagoon 500 untuk survei, pun berseru takjub. “Are you kidding?” katanya. Lagoon 500, baginya, lebih mungkin untuk bersenang-senang dibandingkan penelitian.

Dari sudut harga dan kelengkapan, kapal ini adalah gambaran kelengkapan dan kemewahan. Tidak hanya bagi kita yang sulit menghitung angka nol pada nilai 14 miliar, melainkan juga bagi para pemilik kapal layar di dunia. Amat mudah bagi kita untuk menyimpulkan bahwa ada hal yang berlebihan, tidak proporsional, dan keterlaluan dalam masalah ini.

Citra kemewahan akan sangat terasa saat fakta yang hadir adalah sesuatu yang tak terbayangkan bakal terjangkau. Kalau kita tak mampu membeli mobil senilai Rp. 200 juta, maka kita akan menyebutnya sebagai barang mewah. Kalau kita tak mampu membeli rumah seharga Rp. 1 miliar, maka kita akan menilai rumah seharga itu sebagai kemewahan. Tapi, kalau kita punya mobil senilai Rp. 300 juta dan rumah seharga Rp. 5 milyar, maka kita takkan lagi merasakan kemewahan pada mobil dan rumah dengan nilai di bawahnya.

Kalau pemilik ide pembelian Lagoon 500 menilai kapal itu dalam jangkauan kemampuan mereka, maka ia takkan merasakan kemewahan kapal itu. Mereka akan menyebutnya sebagai kewajaran. Sayangnya, hal ini bermakna bahwa ia berjarak amat jauh dengan masyarakat pada umumnya, masyarakat yang uangnya mereka setor dalam bentuk pajak dan menjadi modal pembelian kapal itu.

Kesenjangan semacam itu berbahaya. Pemegang kebijakan tumpul nuraninya dan menggunakan standar kehidupan yang menjulang seakan-akan sebagai haknya. Takkan mengherankan, bila mereka juga akan berlaku serupa saat membeli mobil dinas, membangun pagar kantor, atau merenovasi rumah jabatan. Padahal semua modal pembelian, pembangunan, atau renovasi berasal dari rakyat yang akan menganggap semua itu sebagai kemewahan.

Di masa lalu, sekitar masa pergeseran abad ke-19 ke abad ke-20, perilaku ini muncul di kalangan priyayi, pengemban jabatan dari pemerintah kolonial, dan para bupati. Tentu bukan Lagoon 500 atau Toyota Crown Royal Saloon yang mereka pertontonkan kepada rakyat pembayar pajak atau upeti, melainkan kuda-kuda terbaik dan tergagah. Para Bupati biasa menukarkan kuda-kuda mereka yang patah kakinya dengan kuda-kuda bagus milik priyayi rendahan. Mirip seorang menteri yang mengeluhkan kendaraan dinas Toyota Camry berusia lima tahun dan begitu senang karena kendaraan penggantinya bernilai tiga kali lipat.

Ini adalah persoalan gaya hidup yang terpaut jarak amat jauh dengan kehidupan rakyat. Elite-elite birokrasi tak merasa bersalah menggunakan uang rakyat untuk kepentingan yang menurut mereka wajar belaka, padahal rakyat menganggapnya sebagai hal yang tak patut. Di era modern, mereka mungkin akan melakukan “penelitian” di atas Lagoon 500 seraya mengajak anak istri karena empat kamar di dalam kapal itu memang nyaman untuk berpesiar. Ini tak ada bedanya dengan para bupati di masa lalu yang acap mengajak kawan-kerabatnya untuk berburu harimau atau rusa, walaupun sadar betapa mahalnya pesiar semacam itu.

Kesenjangan ini pula yang sebenarnya muncul dalam persoalan penggusuran di rumah-rumah dinas militer. Mereka yang terusir lazimnya adalah keluarga kelas prajurit hingga perwira menengah, bukan perwira tinggi. Saat kebutuhan rumah untuk mereka tak terpenuhi, segelintir perwira justru berjarak dengan gaya hidup mereka yang berbeda. Boleh dibilang, semua kesatuan memiliki lapangan golf. Demikian pula, banyak kotama di daerah dan korps memiliki fasilitas semacam itu. Untuk siapa? Tentu bukan untuk tamtama atau bintara.

Kemewahan yang melampaui rasa kepatutan masyarakat adalah hal konyol. Dalam banyak kasus malah memalukan. Saya teringat cerita tentang para utusan pemerintah kita saat menegosiasikan utang dengan Jepang. Mereka datang ke tempat pertemuan menggunakan mobil mewah, sementara para pejabat negara pemberi utang justru hadir naik kereta bersama masyarkat mereka pada umumnya.


Arys Hilman
Solilokui, Republika Ahad 31 januari 2010.

================================================================

Arys Hilman, hmm sejak baca artikel berjudul kegagalan empati, saya jadi suka dengan tulisan wartawan yang satu ini. Seru, dan kalo lagi beli Republika selalu nyari-nyari tulisan dari Arys Hilman. Sayangnya sampe sekarang saya ga tau apakah tulisan beliau terbit rutin.

Lagian saya juga ga langganan Republika. Waktu di Kampus sih tinggal ke Al-Hurriyah aja, baca gratis..hehehe....

Jumat, 15 Januari 2010

Just

Hmmm, kemarin seperti karam....
mengambang tak menentu sampai tenaga habis

Perlahan tenggelam,
sembari mengepak-ngepak di atas air,
semakin tenggelam,
Hingga tersisa kepal tangan di atas permukaan air

Dan yang saya tahu,
setelah karam..
tak ada kapal yang kembali ke permukaan dengan sendirinya!!

Sholat Gerhana

Pengalaman pertama, di depan banyak orang..pasti nervous...


you've done a great job akhi..



"bacaannya aja yang kurang, panjang pendeknya" Makasih bu.
Entahlah tiba-tiba lupa.

hari ini saat jadi imam shalat gerhana di A-Taqwa