Laman

Selasa, 30 November 2010

Angkutan Umum

Angkutan umum. Apa menariknya? Penumpang yang penuh sesak, sering terkena macet. Pokoknya tidak nyaman! Tapi untukku mungkin sedikit berbeda. Mungkin juga karena keterpaksaan lantaran ketakutan untuk membawa motor, tapi sepertinya itu cuma faktor kecil saja. Aku merasa nyaman dengan angkutan umum, mulai dari angkutan kota, metro mini/miniarta, bus kota, sampai kereta api (kalo busway belum pernah coba :D). Bahkan naik metromini ketika larut malam memberikan nuansa yang lebih. Jalanan Jakarta yang mulai lengang jadi seperti lintasan balap untuk para sopir. Sebagai penumpang, aku sih cuma bisa banyak istighfar dan mohon ampun maklum brutal banget bawanya. Jadi sulit membedakan Metromini dengan Mesjid karena sama-sama tempat mengingat Allah yang intense.


Kenapa angkutan umum menarik? Karena sering sekali dapat pengalaman (kejadian menarik), baik secara visual, audio maupun menjadi pelakunya. Ditambah kesempatan berbuat baik yang begitu besar terutama kalau naik kereta api dan di sana (kereta api-red) juga paling sering menemukan kejadian-kejadian menarik.


Contohnya, seminggu yang lalu di dalam angkot D10. Ketika seseorang yang (sepertinya) mengalami keterbelakangan mental ujug-ujug naik saat ada penumpang yang turun. Sang Supir pun kontan tidak suka dan mengusirnya. Bisa jadi karena dia berpikir pasti anak ini ga bayar dan itu bakalan membuat sang supir merugi karena armada D10 masih cukup jarang. Padahal trayeknya sangat panjang sehingga banyak orang yang rela gelantungan ketimbang menunggu angkot D10 selanjutnya (termasuk aku :D). Cukup beralasan ditinjau dari dunia yang memang sudah sangat money oriented.


Dalam hati aku berucap ya Allah, hanya untuk 2000 rupiah ko begitu banget sih (cara ngusirnya terlalu kasar). Entah lah kenapa jadi kelu untuk berucap udah bang gapapa, nanti saya yang bayar. Walaupun bisa jadi karena kalau penumpang seperti itu naik, selain tidak bayar, juga akan membuat penumpang lainnya enggan untuk naik atau merasa tidak nyaman. Pikiran ku pun melayang jauh. Sepertinya sudah menjadi tabiat umum manusia untuk memandang rendah pada manusia yang tidak sempurna. Masih ingat beberapa tahun lalu di stasiun pasar minggu, ketika seorang pengemis yang sangat bau mendekati ku dan teman-teman. Salah seorang temanku, sambil menutup hidung, berkata bau banget (dengan sedikit berbisik). Aku ga habis pikir ko bisa ya berucap seperti itu didepan subjek. Kalau aku berada pada posisi pengemis itu, pasti akan merasa sangat sakit dan tertohok. Walaupun kenyataannya memang seperti itu. Bayangkan, ketika mendekati seseorang yang ga dikenal dan orang itu berkata bau sambil menutup hidung dan memalingkan muka… Owhhh man, what did you say?


Padahal orang-orang yang kurang tersebut adalah pengingat kita. Bahwa kita jauh lebih beruntung dari mereka. Bahwa Allah sudah mengaruniakan nikmat-Nya, dalam bentuk fisik dan harta, yang lebih banyak ketimbang mereka. Bahwa mata kita, atau tangan kita, atau kaki kita, lebih sempurna dari mereka. Kenapa kita tidak coba untuk saling menghargai? Kenapa kita tidak coba untuk menjaga perasaan mereka? Bukankah kita diajari untuk saling menghargai, entah dari sekolah ataupun dari orangtua kita.


Sekali lagi, mereka hanya pengingat kita, bahwa kita sudah diberi nikmat berlebih. Ayo kita bersyukur.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. 14:7)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo....