Laman

Minggu, 30 November 2008

Saturday Night Fever

Dulu, Purnama adalah aksesori malam terindah untukku. Bukan saja karena dia yang paling besar, tapi juga karena cahayanya cukup mampu menerangi malam. Bercak-bercak hitam padanya, walaupun sering tampak kentara, tapi aku lebih suka mengabaikannya. Kelembutan cahayanya sudah membutakan dan bagiku “tak ada yang sempurna di dunia ini” adalah pernyataan yang cukup untuk menutupi itu. Purnama seperti kebalikan untuk matahari, dia lembut dan tidak menyakitkan mata. Sebuah keanehan, karena mataharilah yang memberinya cahaya. Sepertinya Purnama adalah persinggahan yang sangat tepat untuk cahaya matahari yang panas menyengat.

Kini, lihatlah di timur laut purnama. Ada benda cantik lainnya yang kian lama kian memukau. Jauh, jauh lebih kecil dari purnama, tapi dia mampu memberi nuansa yang berbeda. Sama bercahaya, tapi dengan nuansa yang lain. Aku yakin satu saat dia akan membuat ku berpaling dari Purnama. Dia lah bintang kecil ku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo....